Minggu, 14 November 2010

Jalan mana yang anda pilih?

Fitri Puspitasari
19110769
1KA21

Apa tujuan utama manusia hidup?

Di artikel sebelumnya saya sedikit membahas tentang hubungan manusia dan hewan dan membahas sedikit tenatang tujuan hidup manusia itu sendiri.

Bagi mereka yang tidak mempercayai adanya Tuhan, yakni orang Atheis (Atheisme), hanya yakin terhadap materi yang terindera (panca indera). Menurut mereka sesuatu itu ada jika terdeteksi oleh indera, jika tidak maka ia adalah fiksi. Alam semesta beserta isinya bagi mereka – terjadi begitu saja – kebetulan yang indah bukan[?]. Dan manusia tidak ubahnya bagai binatang dan tumbuhan, hidup dalam jangka waktu tertentu kemudian mati.

Sehingga dalam pandangan mereka, dunia inilah awal dan akhir dan ini semua terjadi begitu saja tanpa ada keterlibatan Tuhan, karena mereka meyakini alam mempunyai mekanisme sendiri untuk mengatur dirinya sendiri.

Namun jika kita bicara jujur, sebenarnya tiap manusia mempunyai naluri keagamaan. Maka saya setuju dengan ungkapan sejarawan terkemuka Yunani 2000 tahun silam, Plutarch mengatakan, “Adalah mungkin bagi anda menjumpai kota-kota yang tidak memiliki istana, raja, kekayaan, etika, dan tempat-tempat pertunjukan. Namun tidak seorangpun yang dapat menemukan sebuah kota yang tidak memiki sesembahan atau kota yang tidak mengajarkan penyembahan kepada para penduduknya”. Ungkapan kuno ini benar. Ia menyatakan bahwa naluri keagamaan sesungguhnya adalah sesuatu yang bersumber dari fitrah manusia.

Kajian atas sejarah manusia menegaskan bahwa kepercayaan telah bersemayam dalam diri manusia sejak kurun peradaban kuno hingga saat ini. Berdasarkan penciptaan dan strukturnya, manusia adalah mahluk yang, tidak bisa tidak, musti memiliki keyakinan. Berdasarkan struktur inilah manusia diciptakan Allah. Namun begitu, manusia diberi hak memilih – patuh atau bermaksiat kepada-Nya.

Menurut Alquran,
“segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, termasuk manusia, hidup di dalam naungan hidayah yang terbentuk secara fitri, yang mengantarkannya kepada Allah”.

Dari titik tolak inilah Islam berusaha menggiring pemahaman umat manusia untuk tidak menjadikan dunia ini, sebagai persinggahan terakhir, namun sebagai starting point untuk menuju kehidupan selanjutnya yang abadi dan hakiki, akhirat!

Oleh karenanya Alquran memberi perhatian khusus dan serius pada masalah kehidupan akhirat melebihi masalah-masalah lainnya. Misalnya saja, ayat-ayat hukum menerangkan berbagai masalah cabang (fủru’) hanya berjumlah 500 buah. Sementara, ayat-ayat yang berbicara tentang hari kebangkitan bejumlah lebih dari 1000 buah. Dari sini dapat dilihat Alquran memberikan perhatian serius pada masalah pemikiran dan keyakinan.

Jika hal ini mempunyai peranan sangat penting sepert ini, lantas apa arti semua ini? Kemerdekaan! Allah SWT menghendaki manusia untuk mengEsakan-Nya, dan menjadi manusia yang benar-benar merdeka bersama-Nya agar tidak menjadi hamba bagi segala sesuatu.
Dari penghambaan kepada Allah sajalah, akan lahir kemerdekaan manusia. Sebaliknya, dari kesombongan terhadap Allah, manusia akan diperbudak oleh segala sesuatu selain Allah. Dengan kata lain, pengEsaan dan penghambaan kepada Allah, memberikan kemulian dan kemerdekaan kepada manusia. Tanpanya, manusia menjadi budak bagi segala sesuatu yang diciptakanNya. Dan inilah tujuan hidup orang bijak yakni, merdeka bersama Allah SWT, Tuhan yang menciptakannya.

Menurut saya, tujuan hidup masing-masing orang pada dasarnya adalah sama, yaitu memperoleh keselamatan di dunia dan di akhirat. Kita boleh mementingkan kehidupan dunia sekarang, tapi jika anda merasa takut dan percaya akan hari kiamat dan hari setelahnya maka anda harus segera memperbaikinya dengan tidak mengulangi kesalahan yang pernah anda lakukan atau masyarakat lebih sering menyebutnya taubatan nasuha.

“ Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”. (Surat Ali Imran : 185)

Itulah sedikit hal yang telah saya tulis di artikel sebelumnya, pembahasan lebih mendalam mengenai tujuan hidup manusia akan dimulai.

Tujuan hidup kita, akan menentukan tindakan kita

Jika tujuan hidup kita baik, maka kita akan menjauhi tindakan-tindakan yang buruk. Dan, tujuan baik itu akan memberikan kita panduan, agar kita tidak mencederainya dengan setitik dengki dalam hati, apalagi merusaknya dengan merugikan orang lain, atau hal-hal buruk lainnya.
Seperti air dan minyak, tujuan baik belum bisa berintim dengan perilaku buruk.

Selain memberi arah, tujuan hidup juga memberi kekuatan jiwa

Jika kita punya tujuan mulia, maka kesulitan hidup macam apapun yang merintangi pasti akan kita hadapi, jadi kita tidak mudah menyerah, malah kita akan lebih berusaha untuk lebih ulet, lebih giat, dan lebih berdedikasi lagi.

Namun begitu, walau sudah jelas tujuan hidup kita apa, belum tentu kita mampu mencapainya kan? Benar, ada beberapa faktor yang menentukan, misalnya, terjadi sesuatu yang membuat kita tidak bisa melanjutkan tujuan hidup kita, seperti contoh; kita lebih dulu meninggal.

Mau apa lagi ? Terima saja, memang kita bisa menolaknya? Itulah yang dikatakan takdir, kita tidak dapat mengetahui apa yang akan terjadi, kapan, dan bagaimana itu akan terjadi, hanya Allah SWT yang mengetahui segalanya karena Allah Maha Mengetahui.


Mau kemana sih?

Sebenarnya pertanyaan ini bukan semata-mata bersifat duniawi, namun juga mengingatkan kita bahwa nanti, kita akan kembali menghadap Sang Khalik, Sang Pemilik Hidup yang telah meminjamkan hidup ini pada kita.

Ketika seseorang meninggal dunia, kita hanya berkata ” Saya turut berduka cita” dan diteruskan dengan ” Semoga arwahnya diterima disisi Tuhan, dan diberikan tempat baginya di surga”.
Itu sebetulnya bukan sekedar doa, melainkan juga cita-cita (tujuan hidup) kita.
Kita ingin kembali ke tempat yang layak disisi Tuhan kelak.
Bagaimana jika yang meninggal itu bukan orang yang kita doakan, melainkan diri kita sendiri?
Apakah doa orang lain akan sanggup “merayu” Tuhan supaya memberi kita tempat yang layak?Ataukah perilaku baik kita yang selama ini yang menentukan?

“ Itulah ayat-ayat Allah. Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu dengan benar; dan tidaklah Allah berkehendak untuk menganiaya hamba-hamba-Nya. Kepunyaan Allahlah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allahlah dikembalikan segala urusan”.

Dari penjelasan di atas, kita memperoleh beberapa jawaban;
Kita berasal dari apa? Siapa pencipta kita (manusia)?
Manusia menurut al-Quran berasal dari segumpal darah yang sedemikian rupa dan membentuk sel-sel lalu jaringan-jaringan dan membentuk anggota-anggota tubuh lainnya. Semua manusia diciptakan oleh Tuhan yaitu, Allah swt, dengan segala kekuasaan-Nya dan keesaan-Nya.

Kita diciptakan untuk apa?
Setahu saya, manusia diciptakan untuk bertakwa dan beriman kepada sang penciptanya yakni Allah swt. Mematuhi (menjalankan) segala aturan (perintah-Nya) dan menjauhi segala larangan-Nya supaya manusia tetap berada di jalan orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada-Nya.
“ Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar merekalah orang-orang yang beruntung” (surat Ali Imran : 104)

Terkadang manusia terlalu rakus akan kekuasaan di dunia tanpa memperdulikan urusan di akhirat, dengan segala cara manusia menggapai kekuasaannya itu, karma menurutnya itu adalah tujuan ia hidup selama ini. Ibnu Taimiyyah berkata,” Kekuasaan merupakan amanah, peneyerahan kepercayaaan dan perlindungan, sedangkan tanggung jawab merupakan pendamping bagi hal-hal tersebut atau salah satu dari ikatan itu”.

Apapun yang kita dapatkan sekarang, hanyalah titipan belaka. Dengan hak dan kewajiban masing-masing yang kita dapatkan sejak lahir kita pasti akan memperoleh masalah yang perlu kita atasi dengan bijak. Tujuan manusia selalu menjadi pertanyaan dalam diri masing-masing orang, ada yang menganggap tujuan hidupnya sama dengan apa yang ia cita-citakan, padahala menurut saya cita-cita dan tujuan hidup itu berbeda satu sama lain. Berbed karena, tujuan hidup ,menurut saya adalah tujuan hidup manusia di dunia (bumi) ini adalah sebagai makhluk yang taat pada Tuhan-Nya sehingga memperoleh pencapaian kenikmatan surga ketika kehidupan dunia manusia tersebut telah usai. Jika cita-cita, menurut saya adalah keinginan atau impian manusia itu untuk mendapatkan sesuatu yang ia inginkan di dunia seperti; cita-cita saya ingin menjadi dosen.

Dari pembahasan di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa agama sangat memegang peranan penting dalam menentukan langkah hidup seseorang terutama kaitannya dengan tujuan diciptakannya manusia yaitu untuk beribadah kepada Allah, dan juga kaitannya dengan tugas dan fungsi manusia yaitu sebagai khalifah di bumi.

Agama merupakan landasan atau fondasi dalam bergerak atau menjalankan amanah. Bahkan Al Ghazali menyebutkan agama menentukan tingkah laku manusia. Untuk mencapai tujuannya sebagai makhluk individu manusia harus bisa membedakan mana yang haq dan mana yang bathil.

Semoga pembahasan mengenai tujuan hidup di artikel ini dapat bermanfaat bagi anda semua. Terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar